AnsorJepara.or.id – Dalam beberapa redaksi hadits, anak hasil zina dinyatakan tidak akan masuk surga. Diantara redaksi hadits tersebut ialah:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ وَلَدُ زِنْيَةٍ
Terjemah:
“Tidak akan masuk surga anak hasil zina“.
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ عَاقٌّ، وَلَا مَنَّانٌ، وَلَا مُدْمِنُ خَمْرٍ وَلَا وَلَدُ زِنَا
Terjemah:
“Tidak akan masuk surga orang yang durhaka (kepada orangtua), pengundat-undat pemberian, peminum arak dan anak zina“.
أَرْبَعَةٌ لَا يَلِجُونَ الْجَنَّةَ عَاقٌّ بِوَالِدَيْهِ، وَمُدْمِنُ خَمْرٍ، وَمَنَّانٌ وَوَلَدُ زِنَا
Terjemah:
“Empat orang tidak akan masuk surga, yakni: pendurhaka orantuanya, peminum arak, pengundat-undat pemberian, dan anak zina“.
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ وَلَدُ زِنَا وَلَا وَلَدُهُ وَلَا وَلَدُ وَلَدِهِ
Terjemah:
“Tidak akan masuk surga, anak zina, anaknya dan cucunya”.
Hadits-hadits sejenis dengan makna yang hampir sama, juga dimuat di beberapa kitab hadits, antara lain:
Sunan Kubro karya Imam Nasa’i,
Shahih Ibnu Hibban,
At-Tauhid karya Ibnu Huzaimah,
Mu’jam Kabir karya Imam Thabrani.
Syu’abul Iman karya Al-Baihaqi,
Hilyatul Auliya’ karya Abu Nu’aim,
Al-Mathalibul Aliyah karya Ibnu Hajar,
Musnad Abu Ya’la, dan lainnya.
Hadits yang Ma’lul (Problematik)
Keterangan hadits anak zina (وَلَدُ زِنَا) di kitab-kitab tersebut pun tidak langsung dishahihkan sumbernya. Ada yang menyebut sumber hadits itu tidak ada (ُلاَ أَصْلَ لَه), palsu, lemah, mudallas (kacau) sehingga, menurut Ibnul Qayyim dalam Al-Mannar, hadits anak zina (وَلَدُ زِنَا) tidak layak dijadikan hujjah atau dalil pembenaran.
Dari segi sanad, hadits tersebut bermasalah. Dan dari segi redaksinya, tampak ada yang mungkar karena bertentangan dengan dua ayat Al-Qur’an di bawah ini:
لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ
Terjemah:
“Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya“. (QS. Al-Baqarah: 268)
وَلَا تَكْسِبُ كُلُّ نَفْسٍ إِلَّا عَلَيْهَا وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى
Terjemah:
“Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudaratannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain“. (QS. Al-An’am: 164).
وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِّزْرَ اُخْرٰى ۗوَاِنْ تَدْعُ مُثْقَلَةٌ اِلٰى حِمْلِهَا لَا يُحْمَلْ مِنْهُ شَيْءٌ وَّلَوْ كَانَ ذَا قُرْبٰىۗ
Terjemah:
“Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan jika seseorang yang dibebani berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul bebannya itu tidak akan dipikulkan sedikit pun, meskipun (yang dipanggilnya itu) kaum kerabatnya“. (QS. Al-Fathir: 18)
Menurut Al-Qur’an, tidak satu dosa pun ditanggung kecuali oleh pelakunya. Anak yang lahir dari perbuatan zina kedua orangtuanya pun tidak akan mendapatkan dosa warisan zina. Kedua orangtuanya itulah yang akan menanggung sendiri beban dosa dan siksa atas perbuatannya, kelak.
Bila ada hadits yang bertentangan dengan ayat Al-Qur’an, maka, hadits itu bisa dianggap sebagai hadits kontradiktif.
Walhasil, hadits anak zina tidak masuk surga bisa disebut sebagai hadits ma’lul atau hadits mu’tal (problematik), yakni hadits yang tampaknya terlihat baik, tapi setelah diteliti, ternyata banyak terdapat cacat di sana-sini. Penulis Hilyatul Auliya’ menyebut adanya 10 perselisihan terkait hadits anak zina tidak masuk surga.
Takwil Hadits Anak Zina
Bila masih ingin menakwilkan (menafsirkan) hadits rancu “anak zina”, para ulama sepakat (ijma’), kita tidak boleh berpegangan dengan bunyi lahiriyahnya, agar tidak bertentangan dengan Al-Qur’an. Berikut penjelasan tafsir ulama’ terkait hadits anak zina:
Pertama, maksud “anak zina” (وَلَدُ زِنَا) dalam hadits bukanlah makna hakiki: anak yang lahir dari perbuatan zina, tapi hanya julukan bagi orang sehari-harinya terbiasa melakukan perbuatan zina. “Anak zina” bisa disamakan dengan sebutan “anak dunia”, ungkapan majazi untuk para penggila harta.
Kedua, hadits di atas dipahami sebagai kabar dan peringatan bahwa anak yang lahir dari air mani haram tidak akan mudah tumbuh dengan akhlak yang baik. Memakan makanan haram saja diancam neraka, apalagi yang terlahir dari asal barang yang haram. Namun, hal ini tidak selamanya menjadi acuan faktual. Buktinya, ada anak hasil zina yang tumbuh menjadi pribadi shalih dan bertaqwa.
Ulama’ menyatakan, anak zina yang meninggal sebelum baligh, dia akan masuk surga bukan karena keimanan kedua orangtuanya sebagaimana anak yang lahir dari nikah sah, yang dijamin sebagai penghuni surga karena keimanan dan amal kedua orangtuanya, sebagaimana Allah Swt berfirman:
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ ۚ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ
Terjemah:
“Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya” (QS. At-Thur: 21).
Meski anak zina dan orangtuanya memiliki potensi sama menjadi penghuni surga, menurut pendapat sebagian ulama’, mereka kelak tidak dipertemukan karena perbuatan zina mengakibatkan terputusnya nasab luhur calon anak secara syariat.
Ketiga, maksud dari tidak masuknya anak zina ke dalam surga (لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ وَلَدُ زِنْيَةٍ) adalah bila si anak tetap mengikuti jejak amal buruk seperti kedua orangtuanya (zina). Demikian menurut Imam Ibnu Hajar.
Keempat, maksud “tidak akan masuk surga” (لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ) bukannya tidak berhak mendapatkan surga, melainkan tidak akan masuk surga bersama golongan pendahulu yang paling awal (السابقين الاولين), yakni para sahabat Nabi Muhammad Saw. Ini adalah pendapat Imam Al-Munawi dalam Kitab Sirojul Munir yang dijadikan rujukan dalam Muktamar NU ke-5 Tahun 1930 di Pekalongan, terkait ta’wil anak zina yang tidak masuk surga. Berikut teks lengkapnya:
فرخ الزنا لايدخل الجنة قال المناوى اى مع السابقين الاولين. وهذا يعارضه قوله تعالى: ولا تزر وازرة وزر اخرى وقد يقال منعه من الدخول مع السابقين فيه زجر الام عن الزنا لوفورشفقتها على ولدها فاذا علمت ذلك انكفت عن الزنا وسعت طلب الحلال فالمراد الزجر عن الزنا
Terjemah:
“(Anak zina tidak akan masuk surga). Tentang hadits ini, Imam Al-Munawi berkata: maksudnya, tidak akan masuk surga bersama golongan pendahulu yang awal (para sahabat Nabi Saw). [Bila tidak demikian] hadits itu akan bertentangan dengan ayat: ‘orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain’. Dinyatakan: terlarangnya anak zina masuk surga bersama golongan-golongan pendahulu yang awal dalam rangka mencegah ibu berbuat zina agar kasih sayangnya sempurna untuk anak. Bila ibu mengerti akan berita ini, dia akan melapangkan kesempatan berbuat yang halal. Maksud dari hadits adalah untuk mencegah terjadinya perbuatan zina“. (Sumber: Sirojul Munir Syarah Jami’us Shaghir, karya Najmuddin Al-Khalwati, Jilid 3, hlm. 20).
Kesimpulan
Anak yang lahir dari perbuatan zina tidak akan menanggung dosa kedua orangtuanya. Hadits larangan anak zina masuk surga statusnya muallal (terdapat banyak kecacatan), sehingga, tidak bisa dijadikan hujjah. Dalam Kasyful Khofa’, Al-Ijluni menyebut hadits terkait anak zina tidak masuk surga sebagai hadits tanpa sumber yang bisa dipertanggungjawabkan.
Bila anak hasil zina ternyata tumbuh menjadi pribadi yang shalih, mereka tetap berhak mendapatkan surga, meski kata Imam Al-Munawi, mereka tidak akan bersama golongan umat Islam terdahulu dan paling awal berislam (para sahabat Nabi Muhammad Saw).
Hadits anak zina tidak masuk surga hanya sebagai kabar peringatan supaya manusia menjauhi perbuatan zina, yang bisa memutus nasab secara syar’i. Hak mereka untuk mendapatkan surga tetap utuh sesuai iman dan amal shalihnya. Dengan iman hingga akhir hayat, anak orang kafir saja bisa dijamin masuk surga, apalagi anak hasil zina yang orangtuanya bertaubat.
Baca: Lahir Batin, Merdeka!
Di zaman Bani Isra’il, anak seorang perempuan malam yang bertobat kepada Allah Swt, yang karena taubatnya itu, dia dikaruniai tujuh orang anak laki-laki yang semuanya dipilih Allah Swt menjadi Nabi-Nya. Wallahu a’lam. [ansorjepara.or.id/ka]
Sumber badriologi.com oleh M. Abdullah Badri, Ketua PC MDS Rijalul Ansor Kab. Jepara