Mbah Sabilan, Dzurriyah Rasul ke-28 yang Berjuang Semasa Untung Suropati

1
347
Khusyuk: Habib Luthfi bin Ali bin Yahya ziarah ke Makam Mbah Sabilan, Demaan, Jepara. Foto: dutaislam

Oleh M Abdullah Badri

AnsorJepara.or.id – Berawal dari keinginan warga Demaan, Jepara Kota, agar panitia menelusuri silsilah Mbah Sabilan, Habib Abu Bakar Assegaf, juru kunci makam, berniat melakukan sesuatu. Tapi apa yang harus diperbuat, ia tidak tahu. Menelusuri nasab bagi Bang Abu, sapaan akrabnya, bukan perkara mudah. Yang selama ini dipercaya masyarakat bisa menemukan nasab dan bahkan makam tua para wali adalah Habib Luthfi bin Yahya, Pekalongan. Tapi untuk langsung menghadirkan Habib Luthfi bukan perkara gampang.

Buntu menemukan jalan tercepat menjawab keinginan warga yang ingin mengetahui nasab leluhurnya itu, Bang Abu datang sedirian ke makam Mbah Sabilan. Siang itu tidak ada orang ziarah. Di makam tersebut, juru kunci tidak membaca tahlil dan wirid. Yang dilakukan justru meluapkan emosi. Pintu makam digedor sekuat tenaga. Batu nisan makam Mbah Sabilan diokak-okak (dicongkel).

“Kamu ini siapa sih mbah kok bikin tugas berat menelusuri nasab. Saya tidak sanggup. Tapi kok ditunjuk juru makam, kenapa? Ini tugas berat yang bikin saya pusing, mbah!” katanya di makam.

Pulang ke rumah, ia merasa ringan. Hanya berharap semoga kelak dapat jawaban. Bagi Bang Abu, wali sangat welas asih kepada warga. Kemarahan yang kemarin dilakukan tidak akan dibalas kemarahan yang sama oleh Mbah Sabilan. “Wali itu memiliki mata kasih,” ujarnya, kepada Duta Islam, Kamis (13/04/2016), di rumahnya, Jl. Pesajen, Demaan, Jepara.

Sebelum membakar ikan, Bang Abu berkirim Al-Fatihah khusus kepada Mbah Sabilan. Kamis (17/03/2016) pagi itu, bau ikan laut yang dibakar menyengat hidung kemana-mana. Hendak disajikan bersama keluarga, seorang pengurus NU Jepara menelepon jika posisi Habib Luthfi sedang ziarah di makam Mbah Daeng, Krapyak, Jepara.

Seketika, Bang Abu langsung menuju posisi Habib Luthfi yang kebetulan memang hanya berjarak 5 km dari tempat tinggalnya. Kepada angota Banser yang nderekke Habib Luthfi, ia tanya agenda habib setelah ziarah Mbah Daeng. Sedikit kecewa karena Habib Luthfi ternyata tidak ada rencana ziarah ke makam Mbah Sabilan.

Sebelum niat bertemu dengan Habib Luthfi, Bang Abu sudah ziarah ke makam Mbah Sabilan. Kali ini tidak marah-marah di makam, tetapi tawassulan dan kirim doa. Saking semangatnya, Bang Abu ingin langsung menemui Habib Luthfi yang sedang di makam Mbah Daeng.

Namun, sebelum keluar dari kompleks makam, seekor belalang menclok ke bahu kanan, lalu terbang lari ke arah makam Abah-nya yang bersebelahan dengan Makam Mbah Daeng, Krapyak. “Ya, Allah, saya ziarah ke Mbah Sabilan tapi belum ziarah maqbarah orang tua,” ungkapnya dalam hati.

Baginya, belalang adalah tanda agar sebelum ketemu Habib Luthfi, harus ziarah dulu kepada orang tua, Habib Sagaf, sebagai bentuk birrul walidain. Kebetulan hari Kamis adalah waktu biasanya ziarah ke makam orang tua.

“Kalau Habib Luthfi memang kassyaf, dia pasti tahu krentek saya habis marah-marah di makam Mbah Sabilan kemarin karena harus menemukan nasabnya,” tutur Bang Abu menjelaskan maksud tawassul-nya tadi.

Sementara itu, keterangan yang didapat, sekeluarnya Habib Luthfi dari makam Mbah Daeng, ternyata tidak langsung jalan ke sebuah makam di Mlonggo sebagaimana agenda rombongan yang nderekaken. Kata Bang Abu, Habib Luthfi justru ingin ziarah ke makam Sayyid Abdurrahman. Rombongan banyak yang bertanya: “Dimana itu, Bib?”

Bang Abu yang sudah di kompleks makam Mbah Daeng langsung mendekat, menyalami Habib Luthfi dan bersiap mengantarkan ke Makam Mbah Daeng ketika itu juga. “Alhamdulillah, Habib Luthfi kasyyaf, tahu keinginan saya. Mungkin Mbah Sabilan bilang langsung ke Abah Luthfi kalau saya habis marah-marah tidak karuan di makamnya kemarin,” tuturnya.

Dalam ziarah pertama Habib Luthfi ke makam Mbah Sabilan itu, apa yang selama ini digelisahkan Bang Abu terjawab dengan mudah. Tanpa tirakat panjang, nasab itu diserahkan terbuka kepada Bang Abu dari Habib Luthfi, dicatat Kiai Masduki, Sowan, Kedung, Jepara.
Nama asli Mbah Sabilan adalah Habib Abdurrahman Basyaiban. Sabilan adalah nama samaran yang digunakan untuk menghindari tekanan politik Belanda, yang berarti jalan. Ketika itu, keturunan Arab dianggap penjajah sebagai orang yang suka “meracuni” umat Islam. Penamaan tersebut terkait tentang apa, belum diketahui jelas. Yang pasti, Mbah Sabilan hidup 350 tahun lalu ketika Pahlawan Nasional yang legendaris bernama Untung Suropati masih hidup (1660-1706 M).

Silsilah lengkapnya:

Abdurrahman (Mbah Sabilan), bin
Abdurrahim, bin
Abdullah, bin
Umar, bin
Muhammad As-Syaibah, bin
Ahmad, bin
Abu Bakar Basyaiban, bin
Muhammad As’adillah, bin
Hasan Atturabi, bin
Ali, bin
Muhammad Al-Faqih Muqaddam, bin
Ali, bin
Muhammad Sahib Murbad, bin
Ali Khala’ Ghasam, bin
Alwi, bin
Muhammad, bin
Ali Alawiyyin, bin
Ubaidillah, bin
Ahmad al-Muhajir, bin
Isa Arrumi, bin
Muhammad An-Nagieb, bin
Ali Uraidli, bin
Ja’far Shadiq, bin
Muhammad al-Baqir, bin
Ali Zainal Abidin, bin
Husain, bin
Fatimah Zahra (zaujah Ali bin Abi thalib), binti
Nabi Muhammad Rasulullah shallahu alaihi wa sallam.

Menurut salah satu pembaca kami, keturunan Mbah Sabilan Abdurrahman ada yang tinggal di Desa Babalan, Kec. Wedung, Kab. Demak. Namanya adalah Kiai Ismail bin Umar Hamdan Basyaiban. Keterangan ini dikirim via email redaksidutaislam@gmail.com pada 6 Juli 2016.

Watu Bobot
Jika diruntut, Mbah Sabilan adalah keturunan ke 29 dari Rasulullah. Menurut Habib Luthfi, Mbah Sabilan berasal dari Cirebon. Karena itulah, Bang Abu mengaku belum mengetahui makam ayahanda beliau, yakni Habib Abdurrahim Basyaiban. “Saya belum klarifikasi ke Rabithah (organisasi penashih jalur keturunan Rasulullah). Namun keturunannya ada banyak yang mukim di Magelang, Jawa Tengah,” kata Bang Abu.

Cerita yang beredar, dulu di makam Mbah Sabilan ada batu keramat yang disebut watu bobot. Yakni dua batu dengan berat yang sulit diangkat oleh perorangan jika ia tidak punya hajat. Panjanganya sekitar 40 cm dengan lebar 50 cm dan tinggi 60 cm. Dua batu itu masing-masing disebut wadah kitab dan wadah gaman.

Bagi pezirah yang ingin tawassul agar pendidikannya lancar, ia bisa mengangkat wadah kitab. Jika kuat mengangkat, maka itu isyarah bahwa keinginannya akan dikabulkan oleh Allah di kemudian hari. Jika tidak kuat mengangkat, maka tanda harus lebih bekerja keras lagi agar mendapatkan rejeki banyak. Ini untuk watu bobot wadah gaman.

Baca: Meneladani KH Ahmad Fauzan Sebagai Pejuang Kemerdekaan

Kini, batu itu sudah tidak ditemukan di kawasan makam. Bukan raib, tapi dicuri orang. Menurut Bang Abu, watu bobot itu ada di sebuah museum di Semarang. Walaupun begitu, Mbah Sabilan tetap masih diingat warga sebagai waliyullah penyebar agama Islam tiap minggu akhir bulan Rajab. Pada tahun ini, jatuh pada 1 Mei 2016. [ansorjepara.or.id/ka]

Sumber : dutaislam.com

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here